nan bertajuk, “Berian Sampai Mati”
kisahnya bermula di Sepulut
Sabah
seorang lelaki kota
datang ke desa melamar mutiara
tersimpan dua dekad lamanya
rambutnya panjang paras pinggang
halus manis rupawan
adabnya selembut gadis desa Tambunan
matanya bulat
dipandang tidak pernah hati jemu
wali lelaki pun bertanya,
“Berapa berian mawar merah?”
Wakil wanita pun bersuara,
“Adat tidak akan kekal jika tidak diamal…”
mata pelamar dan mata wali berpandangan
tanpa suara…
dalam hati mungkin berkata
“Biar mati anak, jangan mati adat.”
Tiluan, Binukul, Binalayungan, sampah nu kadai,
dua ekor kerbau, ahung,
vungkas, sisitan, sinikot, salupai, rarangkol, holong,
pinongkoloh, pipirot linggit, pipirot sukayan, tapi dan kain kinayuh.
ALEXANDER BUNGKAK
Kudat, Sabah
22 Januari 2016
datang ke desa melamar mutiara
tersimpan dua dekad lamanya
rambutnya panjang paras pinggang
halus manis rupawan
adabnya selembut gadis desa Tambunan
matanya bulat
dipandang tidak pernah hati jemu
wali lelaki pun bertanya,
“Berapa berian mawar merah?”
Wakil wanita pun bersuara,
“Adat tidak akan kekal jika tidak diamal…”
mata pelamar dan mata wali berpandangan
tanpa suara…
dalam hati mungkin berkata
“Biar mati anak, jangan mati adat.”
Tiluan, Binukul, Binalayungan, sampah nu kadai,
dua ekor kerbau, ahung,
vungkas, sisitan, sinikot, salupai, rarangkol, holong,
pinongkoloh, pipirot linggit, pipirot sukayan, tapi dan kain kinayuh.
ALEXANDER BUNGKAK
Kudat, Sabah
22 Januari 2016
No comments:
Post a Comment